SEBUAH mesin kopi berdiri tegak di atas meja. Bentuknya mirip dispenser, lengkap dengan keran. Dari bagian keran, mengalir air kopi. Seorang pria menampung air berwarna hitam itu dengan sebuah gelas. Setelah penuh, ia membawanya menjauh dari mesin.

Pemandangan tersebut terlihat pada sesi coffee break di ajang konferensi International Conference on Oil Palm and the Environment (ICOPE) 2018 yang berlangsung tiga hari di Bali pada 25-27 April 2018. Panitia memang selalu memasukkan sesi ini di pagi dan sore hari.

Saat ini coffee break bukan sekadar tren. Akan tetapi telah menjadi tradisi di dunia. Rapat, seminar dan konferensi belum lengkap rasanya apabila tidak diselingi aktivitas ini.

coffee break
Coffee break. (Foto: Pixabay)


Meski sekadar ‘bumbu’ agar peserta dapat ‘melarikan diri’ sejenak untuk istirahat dari padatnya jadwal rapat, seminar atau konferensi, coffee break terbukti mampu memberi manfaat kepada peserta. Dalam workshop ‘Pelatihan Kuliner bagi UMKM’ di Bandung beberapa tahun lalu, selama rehat ‘ngopi’ peserta bisa menggaet pasar dan suplier baru.

Pun saat ICOPE 2018. Tidak sedikit jurnalis yang memanfaatkan coffee break untuk mewawancarai narasumber. Melihat sejarahnya, coffee break lahir di Stoughton, Washington pada akhir 1800-an. Dilakukan di sela rapat atau seminar agar peserta dapat istirahat singkat untuk menikmati secangkir kopi, teh dan snack.

Di negara asalnya, rehat minum kopi ini bahkan dirayakan setiap tahun dalam sebuah perayaan bernama Stoughton Coffee Break Festival.

Di Jerman, coffee break diasosiasikan dengan budaya kaffeeklatsch, yaitu bergosip dalam suasana santai sembari menyeruput secangkir kopi. Coffee break kian populer sejak iklan kampanye Pan American Coffee Bureau muncul. Kampanye tersebut mendorong orang rehat kerja untuk minum kopi. Persoalannya, menyeduh kopi tidak dapat dilakukan dengan cepat. Ini merupakan tantangan.

Inovasi

Tertantang menyajikan kopi secara cepat agar karyawan dapat segera kembali bekerja usai ‘ngopi’, seorang pemilik pabrik di Italia berinovasi. Luigi Bezzera, sang pemilik pabrik, menciptakan mesin espresso komersial pertama di dunia. Mesin bernama Tipo Gigante itu langsung ia patenkan. Tipo Gigante mengandalkan tekanan uap air untuk membuat espresso.

Kehadiran mesin espresso mempercepat waktu penyeduhan kopi sehingga coffee break dapat dilakukan dalam waktu singkat. Dengan begitu karyawan akan tetap produktif. Makin pendeknya waktu penyeduhan kopi membuat perusahaan-perusahaan di dunia ‘termakan’ iklan kampanye Pan American Coffee Bureau.

Salah satunya adalah Barcelo Manufacturing Company yang berbasis di New York. Mereka menjadikan coffee break sebagai agenda wajib bagi karyawan di kantor. Karyawan diberi waktu sebentar untuk istirahat minum kopi.

Seiring dengan berjalannya waktu, makna coffee break bergeser. Tidak lagi diadakan di sela waktu kerja atau dalam suasana santai seperti di Jerman, tetapi di sela-sela rapat di kantor atau hotel. Durasinya pun pendek, hanya 10 hingga 20 menit.

Sebagai karyawan atau pebisnis, kamu pasti sering mengikuti sesi coffee break saat ada rapat atau seminar. Lantas, apa keuntungan yang kamu peroleh dari sekadar mengusir kantuk dengan menyeruput secangkir kopi? (*)